Penemuan partikel Tuhan pada Selasa, 3 Juli 2012,
menjadi tonggak sejarah perkembangan fisika partikel. Dampak bagi orang awam
adalah tidak ada lagi penjelasan sederhana tentang komposisi atom. Sebuah atom
selama ini dikenal memiliki komposisi yang terdiri dari proton (bermuatan
positif), elektron (bermuatan negatif), dan neutron (bermuatan netral). Tapi
kini ada lagi tambahan Higgs-Boson.
Jadi apa itu Higgs-Boson?
Sebuah partikel yang membentuk sebuah obyek, baik
itu molekul, sebutir apel, sebuah kereta, hingga sesosok manusia, dia adalah
massa. Pada dasarnya partikel-partikel yang membentuk suatu atom memiliki sifat
berbeda-beda. Salah satu partikel yang terpenting dan bersifat misterius adalah
massa yang diungkap dalam teori Higgs-Boson.
Kenapa disebut partikel Tuhan?
Nama populer ini muncul dari perjuangan dan debat
panjang keberadaan partikel subatomik. Banyak ilmuwan meragukan keberadaan
partikel ini. Munculnya nama partikel Tuhan berawal dari pernyataan fisikawan
Leon Lederman dalam buku berjudul God Particle: If Universe is the Answer, what
is the question?. Awalnya fisikawan Amerika itu menyebutnya goddamn particle.
Tapi editor buku Lederman menolaknya, jadilah god particle.
Sebenarnya peletak dasar teori partikel Tuhan, yaitu
Peter Higgs, menolak penamaan itu. Sebab pria 83 tahun itu adalah seorang
ateis. Jadi sebenarnya tidak ada nuansa agama dalam partikel ini.
Bagaimana orang awam bisa tahu ini bukan penipuan?
Pertama, penemu partikel Tuhan, Badan Kajian Atom
Eropa, CERN, memiliki dua tim independen (ATLAS dan CMS). Mereka melakukan
percobaan yang sama, jadi data dapat saling uji dan verifikasi.
Kedua, hasil penelitian di-ranking dari nol hingga
lima-sigma. Desember tahun lalu, dua tim tersebut menyatakan data mereka
menunjukkan dua level serupa yang membuktikan bahwa partikel Higgs-Boson itu
ada. Temuan two-sigma itu bisa diterjemahkan bahwa 95 persen hasil percobaan
bukan karena kebetulan statistik.
Lalu apa yang mungkin bisa dikembangkan dari teori
ini? Apakah memungkinkan manusia bisa menghilang?
Secara teori, menurut fisikawan Universitas Negeri
Arizona, Lawrence Krauss, mungkin. Tentunya jika ada perlakuan khusus yang bisa
memanipulasi medan di sekitar partikel secara lokal. Maka bisa terjadi sebuah
obyek menghilang, sehingga menjadi sebuah pengembangan senjata yang hebat atau
trik sulap yang mencengangkan. Tapi, ingat, jika bisa menghilangkan, tentunya
harus bisa mengembalikan seperti semula, yaitu memunculkan lagi.
Apakah mungkin juga untuk perjalanan menembus waktu?
"Tentu", kata Krauss. Jika medan partikel
Higgs-Boson dimanipulasi dalam area yang besar sehingga memiliki energi, maka
akan terjadi energi gravitasi yang repulsif. Akibatnya, wilayah-wilayah di alam
semesta ini akan bergerak cepat dan memindahkan barang-barang lebih cepat
ketimbang cahaya.
Lalu apakah penemuan ini berbahaya?
Nikolas Solomey, Direktur Kajian Fisika Universitas
Negeri Wichita, mengatakan tidak ada bahayanya. Sebab, untuk membuat partikel
Higgs-Boson, perlu sejumlah energi. Produksinya membutuhkan energi yang banyak
dan sangat terkendali penggunaannya. Penemuan kemarin adalah partikel dasar,
masih jauh dari apa yang dikhawatirkan menjadi sejumlah massa yang berbahaya.
Bose, sang Penemu Separuh Partikel Tuhan
Seluruh dunia keilmuwan bersukacita atas temuan
partikel Higgs-Boson pada Selasa, 3 Juli 2012. Peter Higgs, sang penemu teori,
menitikkan air matanya kala menyaksikan pembuktian formula yang dirumuskan
sejak 48 tahun silam itu. Namun sesungguhnya separuh partikel Higgs-Boson
adalah milik Bose. Dia adalah ilmuwan yang hampir terlupakan karena temuan ini.
Siapakah Bose? Satyendra Nath Bose nama lengkapnya,
adalah fisikawan asal Bengali yang pertama kali bergulat tentang partikel Tuhan
ini. Ia bersama fisikawan fenomenal, Albert Einstein, mempelajari fisika
kuantum pada 1920-an.
Pria asal Kalkuta itu pada 1924 menyadari bahwa
metode statistik untuk menganalisis perilaku termal gas tidaklah cukup. Dia pun
meneliti dan mengirim hasil kajian teorinya tentang statistik kuantum ke jurnal
Inggris. Malangnya, tulisan itu ditolak.
Tak patah arang, Bose mengirimkan kembali ke
Einstein. Einstein, sang penemu teori relativitas itu, ternyata setuju dengan
pendapat ilmuwan India ini dan mempublikasikannya di jurnal Jerman. Inovasi
dari Bose kemudian dikenal sebagai statistik Bose-Einstein, sebuah dasar untuk
mempelajari mekanika kuantum.
Einstein melihat bahwa teori dari Bose itu akan
membuka jalan untuk penemuan partikel subatomik. Maka dia pun mendeskripsikan
dua kelas partikel subatomik dengan nama "boson" dari Bose dan
"fermion" dari fisikawan Italia, Enrico Fermi.
Bose lahir pada era kolonialisme di India, 1894.
Semasa hidupnya, ia menjadi dosen di Universitas Kalkuta dan Dhaka. Meski
banyak Nobel dari teori Boson, ironisnya, Bose justru belum pernah memegang
anugerah tertinggi ilmu pengetahuan itu.
Astrofisikawan dari Satyendra Nath Bose National
Center untuk Sains Dasar di Kalkuta, Archan Majumdar, menuturkan era Bose hidup
membuatnya sulit terkenal. "Kalau saja waktu Bose menemukan teori, India
sudah merdeka, maka dia mungkin lebih banyak dikenal," ujarnya. Itu
sebabnya ia menilai Bose pun layak menerima Nobel.
Selama ini Bose hanya menerima Padma Vibhushan,
penghargaan bagi masyarakat sipil tertinggi kedua di India. Bose meninggal pada
1974. Ia meninggalkan dua putra serta lima putri. Pria yang hidup selama 80
tahun itu tak pernah memaksa keturunannya untuk belajar fisika.
"Dia bilang kepada kami untuk belajar apa pun
yang kami inginkan, tak ada seorang di antara kami yang belajar fisika,"
kata Rabindranath Bose, putra Bose yang berusia 79 tahun.
Rabindranath menuturkan ayahnya mengagumi dua tokoh
dunia. Mereka adalah sastrawan Rabindranath Tagore dan Albert Einstein. Dua
foto tokoh itu menggantung di kamar tidur Bose.
Sumber: http://www.tempo.co/read/news/ BBC | DAILYBHASKAR | MSNBC | CSMONITOR | INDIANEXPRESS
| SMH | INDIA.NYDAILYNEWS | HINDUSTANTIME | DIANING SARI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar