Pemahaman
manusia tentang alam semesta mempergunakan seluruh pengetahuan di bumi,
berbagai prinsip-prinsip, kepercayaan umum da-lam sains (seperti ketidakpastian
Heisenberg tentang pengukuran simul-tan dimensi ruang dan waktu), serta
berbagai aturan untuk keperluan praktis. Melalui sebuah kerangka besar gagasan
yang menghubungkan berbagai fenomena (teori relativitas umum, teori kinetik
materi, teori relativitas khusus) coba dikemukakan satu penjelasan. Berbagai
hipotesa, gagasan awal atau tentatif dikemukakan untuk menjelaskan fenomena.
Tentu gagasan tersebut masih perlu diuji kebenarannya untuk dapat dikatakan
sebuah hukum.
Dunia
fisika membahas konsep energi, hukum konservasi, konsep gerak gelombang, dan
konsep medan. Pembahasan Mekanika pun sangat luas, dari Mekanika klasik ke
Mekanika Kuantum Relativistik. Mekanika Kuantum Relativistik mengakomodasi
pemecahan persoalan mekanika semua benda, Mekanika kuantum melayani persoalan
mekanika untuk semua massa yang kecepatannya kurang dari kecepatan cahaya.
Mekani-ka Relativistik memecahkan persoalan mekanika massa yang lebih besar
dari 10-27 kg dan bagi semua kecepatan. Mekanika Newton (disebut juga mekanika
klasik) menjelaskan fenomena benda yang relatif besar, dengan kecepatan relatif
rendah, tapi juga bisa dipergunakan sebagai pendekatan fenomena benda
mikroskopik.
Mekanika
statistik (kuantum klasik) adalah suatu teknik statistik untuk interaksi benda
dalam jumlah besar untuk menjelaskan fenomena yang besar, teori kinetik dan
termodinamik. Dalam penjelajahan akal ma-nusia di dunia elektromagnet dikenal
persamaan Maxwell untuk mendes-kripsikan kelakuan medan elektromagnet, juga
teori tentang hubungan cahaya dan elektromagnet. Dalam pembahasan interaksi
partikel, ada prinsip larangan Pauli, interaksi gravitasi, dan interaksi
elektromagnet. Medan menyebabkan gaya; medan-gravitasi menyebabkan gaya
gravita-si, medan-listrik menyebabkan gaya listrik dan sebagainya. Demikianlah,
metode sains mencoba dengan lebih cermat menerangkan realitas alam semesta yang
berisi banyak sekali benda langit (dan lebih banyak lagi yang belum ditemukan).
Pengetahuan
tentang luas alam semesta dibatasi oleh keberadaan ob-jek berdaya besar,
seperti Quasar atau inti galaksi, sebagai penuntun tepi alam semesta yang bisa
diamati; selain itu juga dibatasi oleh kecepatan cahaya dan usia alam semesta
(15 miliar tahun). Itulah sebabnya ruang alam semesta yang pernah diamati
manusia berdimensi 15-20 miliar tahun cahaya. Namun, banyak benda langit yang
tak memancarkan caha-ya dan tak bisa dideteksi keberadaannya, protoplanet
misalnya. Menurut taksiran, sekitar 90% objek di alam semesta belum atau tak
akan terdeteksi secara langsung. Keberadaannya objek gelap ini diyakini karena
secara dinamika mengganggu orbit objek-objek yang teramati, lewat gravitasi.
Berbicara
tentang daya objek, dalam kehidupan sehari-hari ada lampu penerangan berdaya 10
watt, 75 watt dan sebagainya; sedangkan Ma-tahari berdaya 1026 watt dan
berjarak satu sa* dari Bumi, menghangatinya. Jika kita lihat, lampu-lampu kota
dengan daya lebih besarlah yang tam-pak terang. Menurut hukum cahaya, terang
lampu akan melemah seban-ding dengan jarak kuadrat, jadi sebuah lampu pada
jarak 1 meter tampak 4 kali lebih terang dibandingkan pada jarak 2 meter, dan
apabila dilihat pada jarak 5 meter tampak 25 kali lebih redup.
Maka,
kemampuan mata manusia mengamati bintang lemah terbatas. Ukuran kolektor cahaya
juga akan membatasi skala terang objek yang bisa diamati. Untuk pengamatan
objek langit yang lebih lemah dipergu-nakan kolektor atau teleskop yang lebih
besar. Teleskop yang besar pun mempunyai keterbatasan dalam mengamati obyek
langit yang lemah, walaupun berhasil mendeteksi obyek langit yang berjuta atau
bermiliar kali lebih lemah dari bintang terlemah yang bisa dideteksi manusia.
Pertanyaan lain muncul: Apakah semua objek langit bisa diamati melalui
teleskop? Berapa banyak yang mungkin diamati dan dihadirkan sebagai
pengetahuan?
Makin jauh
jarak galaksi, berarti pengamatan kita juga merupakan pengamatan masa silam
galaksi tersebut. Cahaya merupakan fosil infor-masi pembentukan alam semesta
yang berguna, dan manusia berupaya menangkapnya untuk mengetahui prosesnya
hingga takdir di masa de-pan yang sangat jauh, yang akan dilalui melalui
hukum-hukum alam ciptaan-Nya. Pengetahuan kita tentang hal tersebut sangat
bergantung pada pengetahuan kita tentang hukum alam ciptaan-Nya; sudah lengkap
dan sudah sempurnakah, ataukah baru sebagian kecil, sehingga mungkin bisa
membentuk ekstrapolasi persepsi yang salah?
Sampai di
batas mana manusia bisa membayangkan dan menjangkau-nya? Bagaimana kondisi
awal, bagaimana kondisi sebelumnya, bagai-mana kondisi 5 miliar tahun ke depan,
bagaimana kondisi 50 miliar tahun ke depan dan seterusnya? Apakah pengetahuan
agama akan memberi jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut? Alam semesta yang
megah akan runtuh, akan hancur, tapi entah bagaimana prosesnya, dan ada apa
setelah kehancuran itu? Kita kembali kepada Allah untuk mencari jawaban-Nya,
karena Dia adalah zat Maha Mengetahui atas segala ciptaan-Nya, dan manusia hanya
diberi pengetahuan-Nya sedikit.
Khatimah
Begitulah,
melalui sains manusia mencoba dideskripsikan apa dan bagaimana proses fenomena
alam bisa terjadi dalam konteks eksperimen dan pengamatan, dengan parameter
yang bisa diamati dan diukur. Aga-ma memperluas spektrum makna alam semesta
bagi manusia tentang kehadiran benda-benda alam semesta, kehidupan dan manusia.
Jawaban singkat tentang pertanyaan Siapa pencipta alam semesta beserta
hukum-hukum alamnya: Allah adalah zat yang Maha Pencipta. Agama memper-luas
pengetahuan yang dicakup oleh metodologi sains dan rasionalitas manusia seperti
berkenalan dengan alam gaib, akhirat dan sebagainya. Namun begitu, rupanya
berbagai pertanyaan manusia tentang misteri alam semesta di sekitar planet Bumi
masih banyak yang belum terjawab atau mungkin tak berjawab hingga kehancuran
Bumi.
Wallahu a’lam bishawwab
Sumber: Harun Yahya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar