Senin, 30 April 2012

Badai Matahari ekstrem 2013


Badai Matahari yang terpantau Senin (23/1/2012) pukul 10.50 WIB berhasil diantisipasi sehingga tidak menimbulkan dampak negatif. Bagi Indonesia, fenomena alam ini tidak memberi pengaruh berarti. Badai Matahari ini diperkirakan akan mencapai ekstrem pada tahun 2013.
Hal ini dikemukakan Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, Rabu (25/1/2012), di Jakarta.
Badai Matahari yang ditandai munculnya flare ini masuk skala menengah tinggi (M8-9), dengan indikator pancaran sinar-X yang mencapai 10 - 5 hingga 10 – 4 watt per meter persegi. Badai Matahari disebut mencapai skala sangat kuat (ekstrem) bila berskala 10 – 4 hingga 10 – 3 watt per m2.
Serbuan partikel proton ke Bumi diantisipasi dengan mengalihkan jalur penerbangan jarak jauh dari Amerika Serikat ke Asia dan sebaliknya yang melintasi kutub Utara.


Paparan partikel proton ini tidak berdampak bagi Bumi karena ada lapisan magnetosfer yang menahan partikel tersebut. Radiasi dari badai Matahari juga akan diserap lapisan ozon.
Badai Matahari antara lain pernah menimbulkan dampak pada tahun 1989 dan tahun 2000 bagi sistem kelistrikan di negara- negara di lintang tinggi dan dekat kutub, antara lain Kanada.

Pantauan di Indonesia
Partikel energetik proton mencapai Bumi Selasa (24/1) malam waktu Indonesia. Menurut Clara Yono Yatini, Kepala Pusat Sains Antariksa Lapan, badai Matahari telah memengaruhi komunikasi radio antarstasiun milik Lapan hingga terjadi blackout.
Kondisi geomagnet di Indonesia terpantau di tujuh stasiun Lapan, yaitu di Kototabang, Sumatera Barat; Tanjungsari, Jawa Barat; Pontianak, Kalimantan Barat; Biak, Papua; Manado, Sulawesi Utara; Parepare, Sulawesi Selatan; dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Hasil pantauan tidak menunjukkan gangguan berarti, kata Clara.
Thomas menjelaskan, flare ini merupakan yang pertama kali terpantau sejak Mei 2005. Kelas M yang mendekati kelas X, dampaknya akan kuat bila mengarah ke bumi.
Flare dari teropong di Bumi tampak berupa bintik hitam di permukaan Matahari dan akan meningkat menjadi letupan terang. Sinar-X yang terpancar dari letupan itu terekam pada satelit Geostationary Operational Environmental Satellite.
Flare diikuti lontaran massa dari korona Matahari. Yang menonjol adalah proton yang melesat dengan kecepatan 1.400 kilometer per detik.
Korona terdeteksi oleh wahana pemantau Matahari SOHO pada posisi antara Bumi dan Matahari berjarak 1.500.000 km dari Bumi (4 kali jarak Bumi-Bulan). "Partikel bermuatan dari Matahari itu tampak seperti hujan salju, berarti mengarah ke arah bumi," kata Thomas.
Anomali cuaca Matahari ini akan memengaruhi ionosfer. Lapisan ini digunakan untuk memantulkan gelombang pendek pada komunikasi radio. Komunikasi radio frekuensi HF akan terganggu, termasuk siaran radio luar negeri, seperti BBC, VOA, dan ABC. Navigasi berbasis satelit, seperti GPS, juga dapat terganggu akurasinya.
Badai Matahari berskala menengah tinggi ini berpotensi mengganggu operasional satelit, seperti satelit komunikasi. Bila gangguan tidak dapat diatasi oleh operator satelit, ada kemungkinan akan mengganggu telekomunikasi penggunaan telepon seluler, siaran TV, dan komunikasi data perbankan.
Namun, tidak benar radiasi dari Matahari itu akan berefek langsung bagi tubuh manusia. Juga tidak ada efek radiasi ketika berkomunikasi menggunakan telepon seluler. "Kalau ada berita itu hanya hoax," kata Thomas. Efek paparan proton hanya terjadi di wilayah kutub. (YUN)
Sumber: JAKARTA, KOMPAS.com.

Tanpa mempedulikan ramalan tentang datangnya kiamat pada tahun 2012, para ilmuwan awalnya sepakat bahwa pada tahun tersebut memang bakalan terjadi badai matahari. Namun, perkiraan itu belakangan bergeser, karena bintik hitam matahari sampai sekarang belum muncul.

Bintik hitam atau secara ilmiah dinamai sunspot adalah tanda-tanda adanya aktivitas matahari. Banyaknya sunspot yang mengandung medan magnet akan menciptakan ledakan sehingga aktivitas matahari dianggap telah mencapai puncaknya. Radiasi gelombang elektromagnetik yang disemburkan oleh ledakan itu dapat mencapai bumi yang berjarak 150 juta Km dari matahari.
Sesuai siklus 11 tahunan matahari, puncak aktivitas matahari akan sampai pada siklus ke-24 pada 2012 nanti. Karena itu, para ilmuwan memperkirakan sunspot akan mulai muncul pada 2007 lalu dan bertambah banyak pada tahun-tahun sesudahnya.
“Tapi ternyata sebagian peneliti melihat sekarang ini belum muncul bintik hitamnya itu,” kata Sri Kaloka Prabotosari, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa (Pusfatsainsa) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) di kantor Lapan Bandung, Jl Djundjunan, Bandung, Jawa Barat, Kamis (10/12).

Kepala Bidang Matahari dan Antariksa Lapan Clara Y Yatini mengatakan, sunspot terbentuk akibat kuatnya medan magnet di permukaan matahari. Tampak gelap yang telihat pada bintik hitam matahari disebabkan karena energi yang ada di sunspot itu tidak bisa dilepaskan.
Dia melanjutkan, karena kuatnya medan magnet pula, badai matahari akan berhembus dari daerah sunspot tersebut. Makin banyak bintik-bintik hitam di matahari, makin besar pula potensi terjadinya badai matahari.
“Itu proses yang terjadi di matahari dan tidak bisa dikontrol. Kalau memang waktunya meledak, ya, meledak,” kata dia.

Senada dengan Sri Kalola, menurut Clara, siklus aktivitas matahari yang ke-24 semula diperkirakan lebih besar dibanding siklus sebelumnya. Akan tetapi, dengan melihat belum adanya sunspot di permukaan matahari, prediksi itu berubah.
Menurutnya, dengan melihat perilaku matahari yang seperti itu, Lapan memprediksi aktivitas matahari akan mencapai puncaknya bukan pada 2012, melainkan Mei 2013. Saat itu, ledakan-ledakan matahari, yang dikait-kaitkan orang dengan ramalan kehancuran bumi dan kiamat, akan terjadi.

“Dengan mengamati matahari terus menerus, kelihatannya matahari ini masih malas-malasan. Akhirnya para peneliti mengulang lagi prediksinya dan mengatakan siklus ke-24 ini bakalan rendah daripada siklus ke-23,” tuturnya.
Tangkis Isu Kiamat 2012, Lapan Luncurkan Buku
Masyarakat dibuat resah oleh ramalan tentang datangnya hari kiamat pada 2012 setelah dirilisnya film “2012″ garapan Rolland Emmerich. Seketika itu pula berbagai tanggapan muncul baik dari kalangan agama maupun ilmuwan.

Tidak mau ketinggalan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memberikan penjelasan tentang fenomena alam yang akan terjadi pada 2012 mendatang. Untuk itu Lapan menerbitkan buku yang diedarkan kepada para guru di sekolah-sekolah.
“Sebagai lembaga yang melakukan penelitian di bidang keantariksaan, Lapan tergugah untuk memberikan gambaran tentang fenomena alam yang akan terjadi pada tahun 2012 itu,” kata Sri Kaloka Prabotosari, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa (Pusfatsainsa) Lapan dalam pengantarnya.

Buku yang terbit pada November 2009 itu berjudul “Fenomena Cuaca Antariksa”. Buku dengan tebal 35 halaman itu merupakan kerjasama Lapan dengan penerbit Puspa Swara.
Sebelum sampai ke pertanyaan inti mengenai benarkah bumi akan hancur dalam tiga tahun lagi, buku itu awalnya berbicara mengenai cuaca antariksa. Cuaca di langit jauh itu sangat berbeda dengan di bumi seperti adanya hujan atau salju. Cuaca antariksa adalah sebuah kondisi di matahari, lapisan udara magnetorfer serta ionosfer.

Cuaca antariksa dipengaruhi oleh aktivitas matahari yang memancarkan miliaran ton partikel, plasma berenergi tinggi serta gelombang elektromagnetik. Pemahaman baru inilah yang ditawarkan Lapan untuk memahami peristiwa yang akan terjadi pada 2012 mendatang. Bahwa pada tahun keramat itu yang terjadi adalah perubahan cuaca antariksa akibat meningkatnya aktivitas matahari.
Aktivitas matahari sendiri bisa berwujud flare atau Corona Mass Ejection (CME). Flare didefinisikan sebagai ledakan di matahari yang memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik seperti sinar X dan Y. Radiasi itu dapat mencapai bumi dalam waktu 8 menit. Sementara CME adalah lontaran massa korona matahari. Jika diamati, CME seperti letupan yang menyembur dari matahari.

Bagaimana memperkirakan terjadinya badai matahari tersebut? Dijabarkan di halaman 8, aktivitas matahari dapat diukur dari kemunculan sunspot atau bintik hitam di permukaan matahari. Semakin banyak sunspot berarti makin tinggilah aktivitas matahari. Peningkatan itu membentuk siklus yang = rata-rata muncul tiap 11 tahun sekali.
Nah, pada 2012 kebetulan matahari sedang mengalami puncak siklusnya yang ke-24. Itu berarti, flare atau CME, seperti halnya siklus-siklus terdahulu, diperkirakan akan banyak terjadi. Hanya saja teknologi yang ada saat ini belum mampu memastikan kapan waktu persisnya.

Kalau begitu, pertanyaannya kemudian adalah seberapa kuat dampak cuaca ekstrem yang timbul dari badai matahari itu terhadap bumi nantinya? Apakah planet ini dan seluruh kehidupannya akan hancur lebur?
Menurut catatan, tulis buku tersebut, ledakan paling besar sepanjang pengamatan terhadap matahari pernah terjadi pada Oktober hingga November 2003. Namun, badai itu tidak menyebabkan bumi hancur seperti gambaran mengerikan yang disuguhkan oleh film 2012.

Namun, dalam peristiwa enam tahun silam tersebut, ledakan matahari memang mempengaruhi lapisan magnetosfer dan ionosfer di atas bumi. Teknologi buatan manusia yang mengudara di lapisan tersebut, misalnya satelit, juga terganggu. Sayang, tidak dirinci contoh-contoh kerusakan satelit dan = gangguan komunikasi yang terjadi akibat badai matahari tahun 2003 itu.

“Flare dan CME dengan intensitas besar jika mengarah ke bumi akan berdampak pada kondisi magnetorfer dan ionosfer. Dampaknya di magnetosfer adalah badai magnetik yang dapat merusak jaringan listrik. Sedangkan akibat dinamika di ionosfer adalah menganggu sistem teknologi komunikasi dan navigasi buatan manusia,” (halaman 27).
Bagaimana bila pada 2012 yang terjadi adalah super flare hingga menelan bumi yang ukurannya 1/13 ribu ukuran matahari? Dalam sejarah, belum pernah ada badai matahari yang maha dahsyat seperti itu. Bisa saja peristiwa itu terjadi, namun manusia di seluruh dunia belum bisa memprediksikannya.

“Terlepas dari isu kiamat 2012, cuaca ekstrem merupakan fenomena alam yang berdampak pada kehidupan manusia. Sekitar tahun 2012-2013, tingkat aktivitas matahari dapat memicu terjadinya cuaca antariksa yang ekstrem tersebut,” tutup buku tersebut.
Lapan: Badai Matahari Tahun 2012 Tak Perlu Dikhawatirkan
Para ilmuwan memperkirakan akan ada badai Matahari saat aktivitas Matahari mencapai puncaknya pada tahun 2012. Namun, masyarakat diingatkan agar tidak perlu merasa khawatir terhadap ancaman badai tersebut.

“Badai Matahari itu tidak ada yang ekstrem dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” kata Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaludin.
Hal itu disampaikan dia saat berdiskusi dengan kalangan media di Kantor Lapan Bandung, Jl Djundjunan, Bandung, Jawa Barat, Kamis (10/12) kemarin.
Menurut Thomas, badai Matahari merupakan fenomena yang terus menerus terjadi di Matahari. Hanya saja, saat aktivitas Matahari berada di puncaknya, badai itu dapat muncul beberapa kali dalam satu hari.

Dikatakan dia, badai Matahari yang akan terjadi pada 2012 juga belum tentu mengarah ke planet Bumi, yang berjarak 150 juta mm dari Matahari Sebab gerakan beputar Matahari dapat menyebabkan badai tersebut berbelok meski sebelumnya tepat menghadap ke Bumi.
Thomas mencontohkan, ledakan Matahari paling besar pernah terjadi pada 2003 silam. Namun, peristiwa tersebut tidak menyebabkan kehancuran massal sebagaimana digambarkan oleh film “2012. Saat itu dampak paling dirasakan adalah pada satelit buatan manusia yang mengorbit di atas Bumi.
“Ada banyak satelit yang operasionalnya terganggu. Ada pula yang mengalami hilang kontak atau tidak berfungsi beberapa waktu. Lapan juga mencatat adanya penurunan telekomunikasi di Indonesia. Komunikasi radio gelombang pendek terputus,” urai profesor di Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.

Pada tahun 1989, badai Matahari pernah menghanguskan trafo listrik di Quebec. Beberapa wilayah di Swedia juga sempat tidak mendapatkan pasokan litrik. Di tahun 2012 mendatang, badai Matahari kemungkinan berdampak sama, namun kini dengan teknologi modern, manusia sudah bisa mengantisipasinya.

“Pengetahuan kita tentang perilaku dan aktivitas Matahari dan bagaimana pemantauannya semakin baik. Jadi antisipasi operator satelit sudah semakin baik,” ujar Thomas.
Berdasarkan fakta astronomi yang diungkapkannya, Thomas tidak percaya badai Matahari 2012 akan menyebabkan kiamat seperti diramalkan banyak orang. Secara keilmuan, kiamat tersebut tidak akan terjadi.
“Isu 2012, kan, berawal dari ramalan suku Maya, yang dari ketua adatnya sendiri membantah bahwa itu tafsiran dari akhir kalender Maya, bukan berarti kiamat,” pungkasnya.

Minggu, 29 April 2012

Perjalanan Awak NASA di Luar Angkasa


Dunia di malam hari adalah demonstrasi yang bagus tentang bagaimana kita semua bahwa pemandangan indah dari langit malam. Tim dari astrophotographers lanskap ahli dirakit oleh pendiri proyek Babak Tafreshi telah mengambil gambar langit malam dari lokasi global, menunjukkan selimut bintang di atas tempat-tempat bersejarah, budaya dan alam dengan hasil yang menakjubkan. Entah itu gereja, mesjid, atau sinagog adalah di latar depan duniawi, langit di atas adalah sama. Kita dapat mengubah rincian bola itu tinggal kita tapi sisa melayang Universe di luar jangkauan kita, tak tersentuh, praktis tidak berubah.


Memproduksi time-lapse video onboard Stasiun Luar Angkasa Internasional sementara mengorbit 250 mil di atas Bumi pada 17.500 mil per jam membantu orang mengikuti bersama pada misi kita, bukan sebagai penonton, tapi sebagai sesama awak kapal. - Ron Garan, astronaut NASA, Ekspedisi 27 & 28
Aurora Kutub selatan

Bumi di hujani Petir

Untuk keseluruhan cerita: fragileoasis.org

Wilayah sengketa tanpa henti
Fotografi dari Stasiun Luar Angkasa Internasional:
Ekspedisi 28 Kru
Mendarat
Mengedit in Space: Ron Garan
Editing di Bumi: Chris Getteau, Todd Sampsel, Dylan Mathis
Awak Mendarat Selamat
 
urutan Video:

1:06 Eropa ke Samudera Hindia
1:35 Amerika Serikat
2:01 Aurora Australis lebih Madagaskar
2:26 Afrika Tengah ke Rusia
2:44 Eropa ke Timur Tengah
3:00 Badai Katia
3:10 Selandia Baru ke Samudera Pasifik
3:38 Northwest AS ke Amerika Selatan
4:10 Aurora atas Australia
4:34 Amerika Utara ke Amerika Selatan
5:05 Meksiko dengan Great Lakes
5:16 Badai Irene
5:22 California ke Hudson Bay
5:38 Tanzania untuk Samudra Selatan
6:00 Afrika Tengah ke Timur Tengah
6:15 Chili ke Brasil
6:25 Afrika ke Laut Mediterania
6:37 Zhezkazgan, Kazakhstan


Sumber Photo dari Video:  http://vimeo.com/32430473

Cerita luar angkasa Fragile Oasis


Selamat pagi dari Stasiun Luar Angkasa Internasional, di mana setiap hari dimulai dengan ilmu pengetahuan.
Dalam wawancara dengan musisi Peter Gabriel ia menggambarkan inspirasi yang dipimpin dia menulis lagu "Kelemahan Up". Dia membayangkan bahwa ia berbaring di sebuah lapangan di sebuah malam yang cerah menatap bintang-bintang tak terbatas, dalam sekejap ia berubah dari menatap bintang-bintang menjadi di atas mereka menatap lautan bintang.

Bertengger dari sudut pandang kami di Stasiun Luar Angkasa Internasional, seperti yang saya menatap planet kita, saya sering berharap bahwa setiap orang bisa berbagi pengalaman ini. Aku berharap bahwa semua manusia bisa bergabung bersama-sama dan melihat tempat kita di alam semesta. Selama Bulan Astronomi Global, saya teringat bahwa kita semua bisa berbagi dalam kesadaran khusus bahwa kita semua naik melalui alam semesta sama dalam hal ini pesawat ruang angkasa yang kita sebut bumi, bahwa kita adalah satu bangsa di bawah satu langit dan bahwa Anda tidak harus berada di orbit untuk memiliki perspektif orbital.

Ini berbicara posting blog tentang "Kelemahan Up Downunder" gambar dan video memiliki bagian dari lagu di dalamnya.

Mengucapkan selamat tinggal kepada teman-teman kami dan rumah kami di Stasiun Luar Angkasa Internasional adalah pahit setelah hampir enam bulan di ruang angkasa. Meskipun Andrey Borisenko, Alexander Samokutyaev dan saya sangat ingin kembali ke Bumi kita yang indah, kami ingin menikmati saat-saat terakhir kami karena kami mengambil beberapa lap di sekitar Oasis Fragile kami sebelum datang kembali ke bawah. Hari ini, 21 November 2011, kami menantikan kehadiran crewmates kami Mike Fossum, Sergei Volkov dan Satoshi Furukawa saat mereka datang "Down to Earth" setelah setengah tahun mereka onboard Stasiun Antariksa Internasional. Allah Kecepatan & Welcome Pria Depan! Terima kasih Peter Gabriel untuk memungkinkan musik untuk menemani kita semua. Perfect!
Tentang Video ini
Time-lapse video seperti yang satu ini adalah tentang sedekat kita bisa datang untuk menunjukkan apa astronot lihat di ruang angkasa. Berikut adalah cara ini terjadi.
Sekitar enam minggu sebelum saya kembali ke Bumi dari Stasiun Antariksa Internasional, saya menerima Email dari Katrina Willoughby, yang merupakan salah satu instruktur fotografi kita. Dia menyarankan untuk memberikan selang waktu fotografi mencoba. Saya tidak mencoba selang waktu namun karena saya berlebihan bagaimana sulitnya untuk menangkap gambar besar, dan fotografi selang waktu saya lihat sampai saat ini sepertinya tidak mengesankan seperti gambaran masih kita sudah memakai dengan beberapa peralatan yang baru atas kapal.
Satu atau dua hari setelah menerima email Katrina, saya menyiapkan kamera Nikon D3S di kubah (observatorium berjendela kami kapal ISS). Saya mengambil beberapa gambar praktek, bermain dengan pengaturan kamera sampai keadaan tampak tentang benar. Saya kemudian mengatur kamera agar mengambil sekitar 500 gambar pada 3-detik interval (rincian lebih lanjut tentang pengaturan kamera yang di bawah). Ketika saya melihat hasil, saya sangat senang bahwa saya tidak bisa tidur!
Aku segera memasukkan gambar pada komputer di tempat kru saya dan dijahit bersama-sama video selang waktu. Saat aku melakukan hal ini, lagu Peter Gabriel "Down to Earth" muncul di kepala saya, dan saya melemparkan bagian pertama dari lagu audio ke video. (Musik Petrus ada di playlist saya).


Saya memasang video ke blog saya pada tanggal 26 Agustus - "Sneak Peek Dari Luar Angkasa". Ini adalah urutan - Eropa ke Samudera Hindia - yang membuka paruh waktu selang video tertanam di sini di 1:06.
Keesokan paginya, saya mengumpulkan crewmates saya bersama-sama dan bermain video selang waktu saat menjelaskan betapa sederhananya adalah untuk menjahitnya bersama-sama. Semua crewmates saya bereksperimen dengan media ini untuk menangkap pengalaman ruang, khususnya Mike Fossum, yang sejak ditinggikan selang waktu fotografi dari ruang untuk suatu bentuk seni. Semua urutan untuk video ini ditembak oleh salah Mike atau saya.
Meskipun Stasiun Luar Angkasa Internasional bergerak pada 17.500 mph, mengorbit bumi setiap 90 menit, selang waktu fotografi mempercepat gerakan jelas kami jauh.
Para kilatan cahaya Anda melihat seluruh video itu petir ditangkap oleh frame individu dari fotografi. Namun, hanya sebagian kecil dari petir sebenarnya ditangkap dalam pencitraan. Sementara video yang dipercepat, saya pikir itu masih akurat menangkap paparazzi-tampilan keringanan badai seperti yang kita lihat dari luar angkasa.
Sementara masih onboard, ISS, Peter Gabriel dan aku brainstorming beberapa ide untuk menggunakan jenis citra untuk membantu menceritakan kisah Oasis Fragile. Kemungkinannya benar-benar menarik, dan saya tidak sabar untuk melihat di mana ini mengarah. Saya berharap ini akan membantu orang mengikuti misi kami bukan sebagai penonton, tapi sebagai sesama awak kapal, terinspirasi untuk membantu meningkatkan kehidupan di planet kita.
Kamera Informasi
Urutan Malam ditembak secara eksklusif menggunakan Nikon D3s, biasanya dengan lensa sudut lebar. Kamera ini didirikan untuk mengambil gambar, biasanya pada tiga interval kedua, umumnya menghasilkan cukup video "halus".
Kedua fokus dan eksposur yang ditetapkan secara manual. Bila kamera diizinkan untuk mengekspos secara otomatis, itu akan mengubah eksposur antara tembakan, sehingga pencahayaan merata melalui video. ISO akan diatur dekat 10000 atau lebih tinggi. Kecepatan rana adalah sebagai rendah sebagai 1 detik, tetapi sering lebih lama. Aperture terbuka lebar. Untuk lensa 17-35mm ini adalah f/2.8.
Hari urutan ditembak dengan baik D3S atau D2XS. Wide-angle lensa yang biasanya digunakan. Nikon 17-35mm lensa sering digunakan di dekat akhir lebar, seperti 17mm. Ini menunjukkan kelengkungan bumi.
"Kelemahan Up Down Under"
Mike Fossum mengambil gambar ini saya mempersiapkan diri untuk mengambil beberapa fotografi selang waktu dari kubah Stasiun Luar Angkasa Internasional seperti yang kita bepergian lebih dari pesisir Australia, memberikan arti baru ke lagu Garbriel Petrus, "Kelemahan Up". Versi berperan membuka dan menutup video ini.

Ron baru saja kembali dari misi enam bulan penelitian ilmiah dan eksplorasi kapal Stasiun Luar Angkasa Internasional. Salah satu tujuan pribadinya selama misinya adalah untuk menggunakan perspektif orbital unik untuk menempatkan fokus pada tantangan yang dihadapi planet kita. Ron memiliki keyakinan yang kuat dalam kemampuan sosial dan filantropi entrepreneurialship tepat ditargetkan untuk memecahkan banyak masalah yang kita hadapi di Bumi.

Para astronom Without Borders, sebuah organisasi yang saya dirikan pada tahun 2007, didasarkan pada kebenaran yang sederhana - ketika kita melihat ke langit, di mana pun kita berada, kita mengenal orang lain melakukan hal yang sama dari negara lain di seluruh dunia. Pada garis lintang yang sama langit identik terlepas dari mana Anda berada. Dan kita semua keajaiban yang sama dari langit malam penuh bintang, planet-planet dan alam semesta seluruh seterusnya. Itu mengherankan adalah bagian dari tradisi budaya setiap diwariskan waktu. Ini tentu akan menjadi bagian dari masa depan kita juga.

Tapi ada yang lebih dari keindahan ribuan Bima Sakti bintang dilihat dari lokasi yang gelap. Ketika kita melihat ke atas kita cari ke luar, ke lingkungan kosmik kita. Dengan teleskop kita melihat lebih jauh ke daerah pedalaman kosmik. Untuk petualang yang lama untuk melihat apa yang terletak di sisi lain bukit setiap Semesta menawarkan misteri tak terbatas.
The Universe - semua yang Anda lihat ketika Anda melihat bintang-bintang - adalah tempat kami tinggal. Bumi adalah satu bagian kecil dari itu. Jika Anda pernah ingin melakukan perjalanan di ruang angkasa, hanya pergi ke lokasi yang gelap, melihat ke atas dan melihat sekeliling. Anda berada di sana, yang mengorbit di sekitar galaksi kita bersama dengan seluruh penghuni Bumi Spaceship.

The World at Night is a great demonstration of how we all share that magnificent view of the night sky. The team of expert landscape astrophotographers assembled by project founder Babak Tafreshi has imaged the night sky from locations worldwide, showing a blanket of stars above historic, cultural and natural landmarks with stunning results. Whether it’s a church, mosque, or synagogue is in the earthly foreground, the sky above is the same. We can change details of the orb we live on but the rest of the Universe hovers beyond our reach, untouched, practically unchanging.
if the sky is the same why human beings are often conflicting, wanted to control the entire world, not willing to share, always wanted to take advantage of other people


Dunia di malam hari adalah demonstrasi yang bagus tentang bagaimana kita semua bahwa pemandangan indah dari langit malam. Tim dari astrophotographers lanskap ahli dirakit oleh pendiri proyek Babak Tafreshi telah mengambil gambar langit malam dari lokasi global, menunjukkan selimut bintang di atas tempat-tempat bersejarah, budaya dan alam dengan hasil yang menakjubkan. Entah itu gereja, mesjid, atau sinagog adalah di latar depan duniawi, langit di atas adalah sama. Kita dapat mengubah rincian bola itu tinggal kita tapi sisa melayang Universe di luar jangkauan kita, tak tersentuh, praktis tidak berubah.

jika langit nya sama mengapa umat manusia sering bertikai, ingin menguasai seluruh isi dunia, tidak mau berbagi, selalu ingin mengambil keuntungan dari orang lain.

Ini adalah ide di balik astronom Without Borders dan sumber slogan kita, Satu Orang, Satu Langit. Pandangan duniawi dari langit juga sangat mirip dengan apa yang beberapa astronot mengalami dari tempat mereka di orbit. Frank Putih menciptakan istilah, "Pengaruh Ikhtisar," dalam bukunya dengan nama yang sama untuk menggambarkan astronot sering mengalami sensasi melihat Bumi tergantung di ruang antara bintang-bintang dan planet-planet lain, tanpa ada batas jelas antara kami. Aku sudah mengatakan Frank Saya menganggap pandangan kita tentang langit malam menjadi efek gambaran untuk sisa dari kita - kita yang tidak akan pernah melakukan perjalanan ke luar atmosfer bumi - dan dia setuju. Ketika kita terhubung dengan seseorang di negeri yang jauh, jauh melampaui cakrawala kita, dan mereka melihat langit yang sama kita lakukan (diimbangi dengan waktu sebagai Bumi berputar), sensasi Satu Orang, Satu Langit diperkuat. Efek gambaran mungkin tidak mudah untuk memvisualisasikan sebagai dari ruang angkasa - atau sebagai menyenangkan sebagai ringan - tapi itu ada di sana sama saja.

Sumber: http://www.astronomerswithoutborders.org/gam-blog/1150-coming-back-down-to-our-fragile-oasis.html